Hukum dan Ketentuan Shalat Gerhana

Sobat SQ BLOG, melajutkan bahasan sebelumnya, Memaknai Moment Gerhana dalam Islam, postingan kali ini akan melanjutkan bahasan tersebut berkaitan dengan shalat gerhana. Postingan ini memuat beberapa poin utama, yaitu: Pengertian Shalat Gerhana, Landasan Hukum Shalat Gerhana, Hukum Shalat Gerhana; Wajib atau Sunnakah, Amalan yang Dianjurkan Nabi Saat Melihat Gerhana, dan Tata Cara dan Ketentuan Pelaksanaan Shalat Gerhana. Berikut uraiannya sobat:

PENGERTIAN SHALAT GERHANA

Kita mengenal 2 gerhana, yaitu gerhana matahari dan gerhana bulan. Sehubungan kedua gerhana ini, Islam memiliki tuntunan sendiri di dalamnya, diantaranya melaksanakan shalat gerhana, yaitu shalat Kusuf untuk gerhana matahari dan shalat Khusuf untuk gerhana bulan. Lalu apa maksud dan perbedaan dari istilah Kusuf dan Khusuf?

Istilah kusuf (gerhana matahari) diambil dari kata kerja dasar kasafa (كسف) yang artinya berubah menjadi hitam. Dalam bahasa Arab dikatakan kasafat asy-syamsu, artinya matahari menghitam dan hilang sinarnya. Adapun istilah khusuf (gerhana bulan) diambil dari kata kerja dasar khasafa (خسف) yang artinya berkurang. Dalam bahasa Arab dikatakan khasafa al-bi’ru, artinya sumur itu berkurang airnya dan mengering. Banyak ulama menyatakan masing-masing istilah ‘kusuf‘ maupun ‘khusuf‘ bermakna gerhana matahari maupun gerhana bulan, tidak ada perbedaan antara keduanya.

Dalam pengertian ilmu fiqih, shalat kusuf atau shalat khusuf adalah shalat yang dikerjakan dengan tata cara tertentu karena terjadinya gerhana matahari atau gerhana bulan.

LANDASAN HUKUM

Pelaksanaan shalat gerhana, baik gerhana total ataupun sebagian merupakan salah satu amalan yang pernah dilakukan oleh Nabi Saw. Peristiwa itulah yang menjadi landasan dalam pelaksanaan Ibadah ini. Informasi ini diriwayatkan dari beberapa sahabat yang ikut mengalami langsung peristiwa gerhana ketika itu bersama Rasulullah, yaitu Aisyah, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Abu Bakrah, Mughirah bin Syu’bah, dan Jabir bin Abdullah, dan selain mereka.

Seperti dikutip oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya yang bersumber dari Asiyah radiyallahu anha:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ : حَدَّثَنَا هِشَامٌ ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ ، عَنِ الزُّهْرِيِّ وَهِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ ، عَنْ عُرْوَةَ ، عَنْ عَائِشَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا ، قَالَتْ كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَأَطَالَ الْقِرَاءَةَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَأَطَالَ الْقِرَاءَةَ وَهْيَ دُونَ قِرَاءَتِهِ الأُولَى ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ دُونَ رُكُوعِهِ الأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثمَّ قَامَ فَصَنَعَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَامَ فَقَالَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ، وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ يُرِيهِمَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ.

Artinya: "Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Az Zuhri dan Hisyam bin ‘Urwah dari ‘Urwah dari ‘Aisyah berkata, “Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau berdiri melaksanakan shalat bersama orang banyak, beliau memanjangkan bacaan, lalu rukuk dengan memanjangkan rukuk, kemudian mengangkat kepalanya, lalu membaca lagi dengan memanjangkan bacaannya namun tidak sebagaimana panjang bacaan yang pertama. Kemudian beliau rukuk lagi dengan memanjangkan rukuk, namun tidak sepanjang rukuk yang pertama, lalu mengangkat kepalanya kemudian sujud dua kali. Beliau kemudian berdiri kembali dan mengerjakan seperti pada rakaat pertama. Setelah itu beliau bangkit dan bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, yang Dia perlihatkan kepada hamba-hambaNya. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka segeralah mendirikan shalat.” (H.R. Al-Bukhari)

Hadis inilah dikabarkan oleh sejumlah sahabat seperti disebutkan sebelumnya, maka tidak mengherankan jika Hadis tersebut dapat dijumpai dalam berbagai kitab-kitab Hadis. Bahkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan berulang kali. keterangan bahwa Nabi pernah melaksanakan Shalat gerhana, yaitu gerhana matahari dipahamai dari ungkapan, "خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّى رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم بِالنَّاسِ", Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau berdiri melaksanakan shalat bersama orang banyak. Ini tentu sudah cukup menjadi landasan mengenai pelaksanaan shalat gerhana, khususnya gerhana matahari.

Lalu bagaimana dengan gerhana bulan? Bukankah disebutkan pada hadis di atas hanya gerhana matahari saja (كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ)? Secara tersirat cakupan pelaksanaanya juga telah termaktub dalam riwayat hadis lain yang semakna dengan hadis di atas. Hadis tersebut ialah:

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ كَانَ يُخْبِرُ ، عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا.

Artinya: “Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Maka jika kalian melihat keduanya (gerhana matahari dan gerhana bulan) segeralah melakukan shalat." (H.R. Al-Bukhari)

Hadis yang bersumber dari Abdullah bin Umar ini, tergolong riwayat bil al-Makna dengan hadis sebelumnya. Dari hadis ini, dapat dipahami bahwa, baik terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan diperintahkan oleh nabi untuk shalat gerhana, yang disebut dengan shalat kusuf (gerhana matahari) dan shalat khusuf (gerhana bulan). Keterangannnya dimaknai dari ungkapan, "فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا.", Maka jika kalian melihat keduanya (gerhana matahari dan gerhana bulan) segeralah melakukan shalat."

HUKUM SHALAT GERHANA, WAJIB ATAU SUNNAKAH?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum shalat gerhana matahari adalah sunnah mu’akkad (sunnah yang sangat dianjurkan). Namun, menurut Imam Abu Hanifah, shalat gerhana dihukumi wajib. Adapun, Imam Malik menyamakan shalat gerhana dengan shalat Jum’at.

Adapaun terkait gerhana bulan, para Ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah mu’akkad sebagaimana shalat gerhana matahari. Inilah pendapat yang dipilih oleh Asy Syafi’i, Ahmad, Daud, dan Ibnu Hazm. Pendapat ini juga dipilih oleh ’Atho’, Al Hasan, An Nakho’i dan Ishaq. Pendapat kedua menyatakan bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah seperti shalat sunnah biasa yaitu dilakukan tanpa ada tambahan ruku’. Inilah pendapat Abu Hanifah dan Malik.

ANJURAN YANG DISUNNAHKAN SAAT MELIHAT GERHANA 

Berdasarkan keterangan Nabi beberapa amalan yang beliau anjurkan saat melihat gerhana ialah memperbanyak doa, dzikir, istighfar, takbir, sedekah, dan amalan kebajikan lainnya termasuk melaksanakan shalat gerhana. Hal ini berdasarkan beberapa Hadis di bawah ini:
  • H.R. Aisyah
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ، وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا.
  • H.R. Abdullah bin Abbas
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ، وَلاَ لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ.
  • H.R. Abdullah bin Umar
 إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا.
  • H.R. Abi Bakrah
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ حَتَّى يَكْشِفَهَا.

Beberapa amalan yang sangat dianjurkan dari keterangan hadis di atas ialah melakukan shalat gerhana. Demikanlah karena Nabi sendiri pernah mencontohkannya ketika melihat gerhana seperti disebutkan pada hadis sebelumnya. Itu sebabnya, beberapa ulama menganggap shalat gerhana hukumnya wajib seperti yang dikemukakan oleh imam Abu Hanifah.

TATA CARA DAN KETENTUAN PELAKSANAAN SHALAT GERHANA 

Seperti dikemukakan pada hadis pada poin kedua di atas, sekilas dalam hadis tersebut menyebutkan beberapa ketentuan dalam pelaksanaa shalat Gerhana. Ungkapan yang dimaksud dalam hadis yang bersumber dari Aisyah tersebut ialah:

كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَامَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَأَطَالَ الْقِرَاءَةَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَأَطَالَ الْقِرَاءَةَ وَهْيَ دُونَ قِرَاءَتِهِ الأُولَى ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ دُونَ رُكُوعِهِ الأَوَّلِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثمَّ قَامَ فَصَنَعَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ذَلِكَ.

“Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau berdiri melaksanakan shalat bersama orang banyak, beliau memanjangkan bacaan, lalu rukuk dengan memanjangkan rukuk, kemudian mengangkat kepalanya, lalu membaca lagi dengan memanjangkan bacaannya namun tidak sebagaimana panjang bacaan yang pertama. Kemudian beliau rukuk lagi dengan memanjangkan rukuk, namun tidak sepanjang rukuk yang pertama, lalu mengangkat kepalanya kemudian sujud dua kali. Beliau kemudian berdiri kembali dan mengerjakan seperti pada rakaat pertama. (H.R. Al-Bukhari)

Shalat gerhana, baik gerhana matahari maupu gerhana bulan terdiri dari 2 raka'at berdasarkan keterangan hadis di atas. Secara rinci, tata cara dan ketentuannya sebagai berikut:
  • Berdiri menghadap kiblat
  • Berniat
Niat Shalat Gerhana Matahari (Kusuf)

أُصَلِّي سُنَّةَ الْكُسُوْفِ رَكُعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَي.

Niat Shalat Gerhana Bulan (Khusuf)

أُصَلِّي سُنَّةَ الْخُسُوْفِ رَكُعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالَي
  • Takbiratul ihram, yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa
  • Membaca doa iftitah, membaca al-fatihah, dan surat dalam al-Quran (Dianjurkan surat yang panjang)
  • Ruku' dan doa dalam ruku'
  • Bangkit dari ruku' (I'tidal)
  • Setelah I'tidal tidak langsung sujud, namun dilanjutkan kembali dengan membaca Al-Fatihah dan surat dalam al-Quran (Bacaanya lebih pendek dari yang pertama)
  • Ruku' kembali (ruku' yang kedua)
  • Bangkit dari ruku' (I'tidal)
  • Sujud
  • Duduk diantara dua sujud
  • Sujud kembali
  • Bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka'at kedua sebagaimana rakaat pertama yang terdiri dari dua ruku' dan dua sujud (rakaat kedua lebih singkat dari pada rakaat pertama)
  • Tasyahud
  • Salam
  • Khutbah
Ilustrasinya bisa dilihat di bawah ini:
APAKAH ADA PANDANGAN LAIN?

Dikutip dari Dakwatuna - Dalam pandangan Imam Abu Hanifah dan pengikutnya, tatacara shalat gerhana adalah dua rakaat biasa dengan sekali ruku, sebagaimana shalat hari raya atau shalat Jumat. Imam Al-Nawawi menyebutkan:

وقال الكوفيون هما ركعتان كسائر النوافل عملا بظاهر حديث جابر بن سمرة وأبي بكرة أن النبي صلى الله عليه و سلم صلى ركعتين.

Berkata Kufiyyin (Para ulama Kufah), shalat gerhana adalah dua rakaat sebagaimana shalat nafilah lainnya, berdasarkan zahir hadits Jabir bin Samurah dan Abu Bakrah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dua rakaat. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/198)

Pandangan ini berlandasan dengan hadis berikut:

عَنْ أَبِي قِلابَةَ عَنِ النُّعْمَانِ وَهُوَ ابْنُ بَشِيرٍ قَالَ انْكَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَخَرَجَ يَجُرُّ ثَوْبَهُ فَزِعًا حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَلَمْ يَزَلْ يُصَلَّى حَتَّى انْجَلَتْ فَلَمَّا انْجَلَتْ قَالَ إِنَّ أُنَاسًا يَزْعُمُونَ أَنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لا يَنْكَسِفَانِ إِلا لِمَوْتِ أَحَدٍ عَظِيمٍ مِنَ الْعُظَمَاءِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاللَّهُ إِذَا تَجَلَّى لِشَيْءٍ مِنْ خَلْقِهِ خَشَعَ لَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَصَلُّوا كَأَحْدَثِ صَلاةٍ صَلَّيْتُمُوهَا مِنَ الْمَكْتُوبَةِ.

Artinya: Maka, jika kalian melihat gerhana, shalatlah kalian sebagaimana shalat wajib yang kalian lakukan. (HR. Ahmad No. 20607, dari Qabishah, An Nasa’i dalam As Sunan Al Kubra No. 1870, dari An Nu’man bin Basyir, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 6128, Al Bazzar No. 1371, Ath-Thabarani dalam Al Kabir No. 957, dalam Al Awsath No. 2805)

عَنْ أَبِي قِلاَبَةَ ، عَنْ قَبِيصَةَ الْهِلاَلِيِّ ، أَنَّ الشَّمْسَ انْخَسَفَتْ ، فَصَلَّى نَبِيُّ اللهِ صلى الله عليه وسلم رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ.

Artinya: Matahari mengalami gerhana, lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat dua rakat dua rakaat. (HR. An Nasa’i dalam Sunannya No. 1487, juga dalam As Sunan Al Kubra No. 1872, Al Bazzar No. 3294)

Namun dua hadits ini dipermasalahkan para ulama. Jalur hadits ini melalui Abu Qilabah (nama aslinya adalah Abdullah bin Zaid Al Jarmi). syeikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan: Dia banyak memursalkan hadits, dan pada hadits ini tidak ada kejelasan bahwa dia mendengar hadits tersebut dari Qabishah bin Mukhaariq. (Lihat Tahqiq Musnad Ahmad No. 20607. Beliau pun mengatakan:  isnadnya dhaif)

Imam Al Baihaqi juga mengisyaratkan kedhaifan riwayat ini, katanya; Hadits ini mursal, Abu Qilabah belum pernah mendengarnya dari An Nu’man bin Basyir, sesungguhnya dia cuma mendengar dari seorang laki-laki yang bersumber dari An Nu’man. (Lihat Sunan Al Kubra No. 6128) Imam Yahya bin Al Qaththan juga menyatakan bahwa hadits ini memiliki cacat, yakni inqitha’ (terputus sanadnya). (Al Hafizh Ibnu Hajar, At Talkhish Al Habir, 2/215)

Pada hadis yang kedua, sama dengan sebelumnya yakni kemursalan Abu Qilabah terhadap Qabishah Al-Hilali. Sehingga syeikh Al Albani mendhaifkannya. (Lihat Dhaif ul Jami’ No. 1474, Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 1487)

Jadi, setelah diketahui bahwa keshahihan hadits ini tidak pasti, bahkan kecenderungannya adalah dhaif. Maka tata cara shalat gerhana yang shahih adalah sebagaimana pendapat jumhur ulama, dengan masing-masing rakaat dua kali ruku’ seperti disebutkan tata caranya di atas.

Semoga Bermanfaat
SEKIAN

Shalat gerhana, shalat kusuf, shalat khusuf

Labels: ,

Posting Komentar

[blogger][facebook]

SQ Blog

{picture#https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEimSap9ccYY8FQp44yNvjVK6lRtOVpD-gpVKKWSk__oyc8ChkbooHIuh52uDXiZGchcOoPlIazgMEjOjQ5r0b-DftM48h8gDub2yWyKzDdH1VSYDrsmbf1qfYgl5hKaEuiAW8WAQeTmErDqcHjIm3C4GJKWRJv52o5uHAW10S2gOWj4o8nMsdahVxSo/s500/sq%20vlog%20official%20logo%20png%20full.png} SQ Blog - Wahana Ilmu dan Amal {facebook#https://web.facebook.com/quranhadisblog} {youtube#https://www.youtube.com/user/Zulhas1}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.